Cerita Dongeng Anak Sebelum Tidur: Batu Marmer
Sepasang suami istri sudah lama menikah, namun di usianya yang mendekati senja mereka tak juga dikaruniai keturunan. Mereka telah berdoa sepanjang siang dan malam untuk memperoleh keturunan, namun mereka belum juga mendapat apa yang diinginkan.
Suatu malam, sang suami bermimpi. Di dalam mimpinya digambarkan jika ia ingin memiliki keturunan, ia harus pergi ke hutan untuk mengambil sebuah apel yang tumbuh di tepi sungai. Kemudian ia harus memberikan apel itu kepada istrinya, agar sang istri segera hamil dengan memakan apel yang didapatnya dari hutan. Namun, setelah usia anaknya mencapai 12 tahun, ia harus memberikan anaknya kepada pemilik apel.
Setelah terbangun, ia pun pergi ke hutan dan mencari apel yang ada di dalam mimpinya. Setelah cukup jauh berjalan, ia pun menemukan satu-satunya pohon apel yang tumbuh di tepian sungai, persis seperti yang ada di dalam mimpinya tadi malam.
Setelah mengambil satu apel yang paling ranum, ia pun bergegas pulang dan memberikan apel itu pada istrinya. Ternyata mimpinya benar. Tidak lama kemudian istrinya mengandung dan
melahirkan seorang putri yang cantik. Sang ayah yang menemukan sebuah batu marmer yang indah, membelah batu itu menjadi tiga bagian.
Masing-masing potongan diberi tali untuk dijadikan kalung yang dikenakan oleh ayah, ibu, dan anak. Jika ketiganya terpisah, maka kalung itu adalah penanda mereka bertiga merupakan satu keluarga.
Setiap malam sang ibu selalu menyanyikan lagu yang indah untuk anaknya. Namun, lagu tersebut sangat menyayat hati karena suami istri itu sangat takut akan kedatangan seseorang yang akan mengambil anaknya saat usianya 12 tahun.
“Pulanglah, Nak, temukan Ayah dan Ibu. Ayah dan Ibu menunggumu. Peganglah potongan batu marmer yang menggantung di lehermu.”
Saat sang anak tepat berusia 12 tahun. waktu yang sangat mereka takutkan datang. Mereka kedatangan seorang penyihir jahat, yang mengaku pemilik pohon apel itu. Suami istri itu dengan berat hati memberikan putri yang sangat disayanginya itu untuk dibawa oleh penyihir.
Penyihir yang takut kedua orangtuanya akan mencari anaknya, mengutuk ibunya menjadi buta dan mengutuk sang ayah menjadi lumpuh.
Kemudian memisahkan keduanya. Ayahnya di buang di tengah hutan yang lebat, sementara ibunya berada di dalam gua yang jauh.
Anak perempuan yang dibawa penyihir di kurung di dalam ruangan yang gelap dan sempit. Hanya jendela berukuran sangat kecil yang membuatnya bisa melihat keluar, untuk membedakan siang dan malam. Anak perempuan itu setiap hari bertugas menenun pakaian untuk penyihir dan menumbuk ramuan yang selalu disediakan penyihir. Ramuan itu digunakan untuk membuat penyihir tampak awet muda.
Saat sang penyihir tengah sibuk membuat ramuan, ada seekor tikus mengendap-endap mendekati anak perempuan.
“Ini adalah ramuan milik penyihir. Ramuan ini ia simpan karena jika terminum olehnya, ia akan kehilangan kemampuan sihirnya,” tikus besar itu berkata pada anak perempuan di hadapannya. “Kami binatang di bawah tanah sudah sangat lelah bekerja padanya. Kami memohon padamu untuk memberikan ramuan ini pada penyihir, agar kami bisa hidup bebas lagi.”
Awalnya ia takut memberikan ramuan itu, namun setelah mengumpulkan keberanian, ia menuruti perintah tikus untuk memberikan ramuan itu pada sang penyihir. Saat meminum ramuan yang ia berikan, penyihir tiba-tiba menjadi sebuah pohon apel yang tua dan layu.
Namun, sebelum penyihir berubah menjadi pohon apel, ia mengucapkan mantra agar anak perempuan itu tidak ingat apa pun agar tidak bisa kembali pada orangtuanya. Hanya sebuah lagu yang ia ingat, ia bahkan tidak ingat seperti ayah dan ibunya.
Tikus merasa sedih karena anak perempuan itu telah hilang ingatan. Namun, mereka sangat berterima kasih pada si anak perempuan karena mereka kini hidup bebas. Anak perempuan itu pergi tanpa arah dan tujuan. Setiap malam ia berjalan sambil bernyanyi.
Suatu hari, saat ia telah lelah berjalan, ia mendengar suara seorang wanita yang tengah menyanyi, lagu itu sama seperti lagu yang selalu ia nyanyikan. Anak perempuan itu bergegas mencari asal suara. Saat melihat wanita yang bernyanyi itu berada di dalam gua dan ia buta, anak perempuan itu merasa iba. Ia pun mendekati wanita itu.
Wanita yang tengah bernyanyi itu terkejut saat menyadari ada yang datang. Si anak perempuan melihat potongan batu marmer kecil sebagai liontin yang ada di leher wanita itu sama dengan yang ia miliki. Saat itulah ia menyadari bahwa wanita itu adalah ibunya.
Anak perempuan itu pun memeluk ibunya dan berkata ia adalah anaknya. Sisa ramuan yang ada di tangannya diusapkan pada mata ibunya untuk menghilangkan pengaruh sihir. Sang ibu akhirnya bisa melihat kembali.
Ibu dan anak itu berjalan menyusuri hutan. Tidak lama kemudian mereka mendengar suara batu marmer yang dipukul-pukul. Ternyata setelah dilihat, orang yang memukul batu marmer itu adalah ayahnya yang lumpuh. Ramuan pun diusapkan pada kaki ayahnya yang membuat sang ayah dapat berjalan lagi. Akhirnya mereka bertiga hidup bahagia
Post a Comment