Seorang gadis cantik termenung di sudut rumahnya yang kecil dan reyot. Kedua orangtuanya baru saja meninggalkan dirinya untuk selamanya. Tidak ada harta benda yang mereka tinggalkan, hanya beberapa butir bawang merah kering yang tersisa di dapur.
Gadis itu pun termenung. Ia bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Suatu ketika ia merasa |apar. Ia pun mengiris bawang merah yang tersisa itu dan menggorengnya. Harumnya membuat siapa pun ingin memakan bawang goreng itu. Gadis itu pun menjajakan bawang goreng yang baru saja ia buat dengan berkeliling desa.
Beberapa orang yang mencium aroma bawang goreng milik gadis cantik itu, segera membelinya. Dalam sekejap, bawang goreng yang dijajakan sang gadis habis terjual. Gadis cantik pun senang. Ia menghitung uang hasil penjualannya dan dapat membeli bawang merah lebih banyak. Sesampainya di rumah, ia kembali menjual bawang goreng. Dagangannya laku keras karena bawang goreng yang ia jual sangat menggugah selera.
Sang gadis terus membuat bawang goreng, hingga ia menjadi kaya dengan uang yang dihasilkan dari menjual bawang goreng. Bahkan kini ia memiliki beberapa pelayan yang membantunya mengolah bawang dan menjualnya.
Semakin lama, sang gadis menjadi semakin kaya. Selain menjual bawang goreng, ia juga memiliki beberapa pertanian dan menanam bawang merah yang subur.
Gadis yang semula kumal dan miskin berubah menjadi seorang saudagar kaya, ia berteman dengan beberapa bangsawan terhormat. Namun, ia lupa diri saat sudah menjadi kaya. Ia tidak mau lagi ikut terlibat dalam pembuatan bawang merah karena itu dapat membuat tangannya yang kini telah halus menjadi kasar. Ia juga tidak mau mengiris bawang merah karena akan membuatnya mengeluarkan air mata.
Ia pun menyerahkan semua urusan pembuatan bawang merah kepada semua pelayannya. Sejak itu, bawang gorengnya sudah tidak wangi lagi karena para pelayan membuat bawang goreng tidak sama seperti gadis cantik itu membuatnya. Para pembeli menjadi berkurang, sementara tidak ada satu pelayan pun yang mampu membuat bawang goreng seperti yang sang gadis buat.
Penjualan semakin merosot, kekayaan sang gadis juga semakin berkurang. Pelayan resah dan memohon kepada sang gadis untuk mau membuat bawang goreng seperti dulu lagi. Sang gadis masih enggan, ia tidak mau membuat telapak tangannya tebal seperti dulu, serta mata yang perih dan berair.
Sang gadis pun menangis, ia pergi menyendiri. Di situ ia melihat rumput-rumput yang hijau dan subur. Sang gadis bertanya pada rumput.
“Bagaimana bisa menjadi seperti dirimu? Menjadi rumput hijau dan tumbuh subur. Kau tampak sangat bahagia, setiap hari kau menikmati angin sepoi yang lembut dan embun di pagi hari.”
“Aku hanyalah makanan bagi para sapi gembala, aku diinjak-injak lalu dimakan. Aku bahkan ingin sepertimu, menjadi pembuat bawang merah yang harum dan disukai banyak orang.” Sang gadis terkejut dengan perkataan rumput, ia pun menyadari bahwa ia telah memiliki banyak hal.
Gadis cantik itu pun termenung. Ia pun ingin bertanya pada pohon apel tempatnya bersandar. “Pohon Apel, kau tampak sangat tenang, kau memiliki warna yang cantik dan semua orang menyukaimu,” tanya sang gadis.
“Sudah lama tidak turun hujan, aku merasa sangat kehausan. Aku beruntung hari ini kau yang bersandar di punggungku. Karena terkadang, beberapa orang yang bersandar di sini melempari buah apelku dengan beberapa batu kecil untuk membuatnya jatuh. Itu membuatku kesakitan,” jawab apel.
Gadis cantik pun tersadar, hidupnya yang dulu miskin telah berubah. Ia pun harus mempertahankan apa yang telah ia capai. Ia pun pulang dan segera membuat bawang goreng. Ia tak peduli jika tangannya berubah menjadi tebal dan air matanya menetes, yang penting hidupnya bahagia
Post a Comment