Seyogianya, Sekolah dan kampus adalah tempat untuk belajar menjadi pribadi yang lebih baik dan bahkan memperbaiki diri bagi semua insan. Karena itu, disanalah gudangnya orang-orang yang dipercaya sebagai PRIBADI yang baik sebagai contoh dan teladan bagi peserta didik. Contoh dan teladan itu melekat pada diri pendidik dimanapun tempatnya, kapan pun waktunya, apapun kondisinya. Tidak hanya menjadi pendidik kalau ada di sekolah dan kampus daja, namun "profesi" sebagai pendidik itu melekat dan tidak terpisahkan dari dirinya.
Namun, ternyata terjadi ironi yang menyayat hati di kedua lembaga pendidikan bergengsi di NTT. Oknum pendidik dari kedua lembaga pendidikan itu, ternyata "dihuni" oleh oknum yang tidak bermoral. Apa lagi menjadi teladan. Sungguh ironi, oknum guru di SMAN 1 Kupang, dan Oknum Dosen Unimor diduga, sekali lagi diduga melakukan percabulan. Oknum guru SMA N 1 Kupang, diduga Cabuli anaknya kandungnya selama 10 tahun. Sementara oknum dosen Unimor, diduga "perkosa" mahasiswi hingga hamil dan melahirkan. Padahal sudah beristri. Tentu ini sangat mencoreng dunia pendidikan di NTT termasuk merusak reputasi pendidik dan lembaga pendidikan.
Sebelum jauh membahas ini, baca berita tentang tindakan cabul dari 2 oknum yang mencoreng dunia pendidikan di NTT itu.
Oknum guru itu berinisial S. Ia memperkosa anaknya kandungnya dari tahun 2004 sampai korban berani bongkar itu semua pada 2014. Yang paling miris lagi, pelaku dan istrinya serta korban, adalah majelis dan aktivis di salah satu gereja di Kota Kupang. Hal itu terungkap dalam tangkapan layar chat WA korban dengan temannya. Silahkan Baca tangkapan layar chat WA korban dengan temannya >>> Klik DISINI
Diberitakan sebelumnya, bahwa Seorang mahasiswi berinisial AB (21) dari Fakultas Pertanian (Faperta), Jurusan Sains Terapan semester 3 di Universitas Timor (Unimor), Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengaku kini tengah berbadan dua. Anak yang dikandungnya tersebut merupakan hasil hubungannya dengan oknum dosen berinisial WT, yang merupakan staf pengajar di Fakultas Sosial Politik (Fisipol) di Universitas tempatnya menimba ilmu. Dosen tersebut pun akan dilaporkan.
Ironisnya, sang dosen tersebut sebelumnya, yakni pada bulan Oktober 2019 lalu, tersandung kasus merayu mahasiswinya untuk melakukan video call seks (VCS). Kasus ini kemudian menjadi heboh namun berhasil diredam setelah diurus secara kekeluargaan dan denda adat. Silahkan Baca Berita Selengkapnya >>> Klik DISINI.
Apa Tindakan Institusi Sebagai Tempat Kedua Oknum Bejat Itu Bernaung???
Sampai saat ini, saya tidak pernah tahu bahwa SMA N 1 Kupang dan Unimor telah melakukan sesuatu atas perbuatan cabul itu. Sekali lagi, saya sampaikan, kedua oknum itu seharusnya menjadi teladan dan itu hal yang melekat pada diri kedua orang itu.
Oleh sebab itu, sudah seharusnya kedua lembaga pendidikan melakukan sesuatu terhadap kedua oknum itu. Apa lagi sang dosen, sudah dua kali melakukan hal yang tidak terpuji. Namun, Unimor sebagai lembaga pendidikan diamkan saja.
Lembaga Pendidikan Perlu Buat Kode Etik Bagi Para Pendidik
Mungkin kode etik itu sudah ada dalam sistem pendidikan nasional. Meskipun tidak tersurat, namun tersirat bahwa guru dan dosen adalah profesi yang seharusnya "menjadi Teladan" bagi peserta didik.
Namun, berkaca dari apa yang terjadi, lembaga pendidik membutuhkan Kode Etik secara internal. Kode etik itu minimal memuat tentang sanksi bagi para pendidik yang mengangkangi profesinya sebagai contoh dan teladan. Dengan demikian, maka ada suatu panduan dan juga larangan yang tidak boleh dilanggar oleh pedidik.
Post a Comment