Seketika saya teringat seorang filsuf yang kesohor namanya, baik di ranah akademik maupun di pesantren. Filsuf yang saya maksud adalah Ibnu Rusyd. Saya mengenal Ibnu Rusyd mungkin cukup terlambat dibandingkan teman-teman. Di pesantren yang ada Madura saya diperkenalkan kepada Ibnu Rusyd lewat karya-karyanya.
Tak banyak saya membaca karya-karya yang ditulis Ibnu Rusyd. Hanya sebuah kitab berjudul Tahafut at-Tahafut (Kerancuan di atas Kerancuan) yang cukup populer di kalangan santri. Sebuah karya yang cukup berat ini merupakan sebuah jawaban atas karya Imam al-Ghazali yang memberikan kritik tajam terhadap kerangka berpikir para filsuf.
Terlepas dari popularitas dan karya-karyanya, pemikiran Ibnu Rusyd masih hidup di era sekarang. Kendati Ibnu sudah meninggalkan kita beberapa abad silam. Sebuah wejangan Ibnu Rusyd yang cukup terasa sampai detik ini adalah: “Memperdagangkan agama adalah bisnis yang laku keras di dalam masyarakat yang diselimuti kebodohan (jahiliyah).”
Pesan Ibnu Rusyd tersebut mungkin sudah sekian lamanya disampaikan. Tapi, pesan ini cukup relevan bila dihadapkan dengan kondisi keberagamaan masyarakat di Indonesia. Tidak sedikit kelompok, entah mereka disebutnya habib, kyai, lora (gus), dan ustaz, yang menjadikan agama sebagai media untuk menggapai kepentingan-kepentingan politik. Mereka pura-pura tidak sadar sudah terjebak dalam kekeliruan. Karena, agama seharusnya tidak dikaitkan dengan persoalan politik.
Sepemikiran dengan Ibnu Rusyd, Gus Dur mengkritik keras kelompok separatis yang sedikit-sedikit menjadikan agama untuk memukul balik lawan politiknya. Pada masa Gus Dur masih hidup, biasanya kelompok yang mendapat kritik keras adalah Front Pembela Islam (FPI). Sampai-sampai Gus Dur, mungkin saking jengkelnya, berkeinginan keras membubarkan FPI. Keinginan ini baru tercapai setelah Gus Dur wafat.
Menjadikan agama sebagai dagangan dalam berpolitik memang laku keras. Masyarakat yang bodoh akan mudah dikelabuhi hatinya ketika politik itu dipoles dengan agama. Biasanya orang-orang FPI sangat lincah terkait perdagangan agama. Buktinya, menjelang pemilihan Presiden Indonesia, FPI mendukung pasangan Prabowo-Sandi. FPI menyerang kubu lawan dengan narasi takfiri (pengkafiran). Dituduhlah, Jokowi kafir karena berkonspirasi dengan asing.
Selain itu, jauh sebelum pemilihan presiden Indonesia, FPI juga terlibat dalam politik dengan mengusung calon gubernur DKI Jakarta Anies-Sandi. Sedang, lawannya adalah Ahok-Djarot. Tidak banyak pertimbangan FPI langsung menyerang Ahok dengan narasi penistaan agama karena kritik Ahok terhadap penafsiran surah al-Maidah ayat 51. Saking gencarnya tuduhan itu, FPI mampu menyeret Ahok ke dalam penjara. Padahal, dari sisi akademis sikap Ahok tidak keliru. Karena, yang dikritik Ahok bukan ayat Al-Qur’an, tetapi tafsir terhadap ayat itu.
Menjadikan agama sebagai dagangan memang tidak benar dan jelas dilarang dalam agama Islam. Disebutkan dalam Al-Qur’an: Janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku (Al-Qur’an) dengan harga yang rendah. (QS. al-Baqarah [2]: 41). Prof. Wahbah az-Zuhaili memberikan komentar atas ayat ini, bahwa perdagangan agama yang dilarang itu adalah menukar agama dengan kepentingan duniawi yang fana. Pesan az-Zuhaili tentu mengkritik sikap FPI yang keterlaluan.
Sikap FPI yang keliru ini mengakibatkan FPI berakhir dengan kehancuran, jika meminjam istilah dalam Al-Qur’an, “zahuqan“. FPI bubar di tangan pemerintah yang diremehkan. Bahkan, pengikut-pengikut FPI yang memfitnah Ahok menerima karma dalam hidup mereka. Mulai dari Ahmad Dhani, Jubir FPI Munarman, sampai Pendiri FPI Habib Rizieq Shihab, terseret ke dalam penjara. Mungkin dulu Ahok menangis di dalam penjara. Sekarang para penfitnahnya yang menangis di sana.
Sebagai muslim tidak perlu merasa “sok” Muslim. Ketakwaan dalam Islam tidak perlu dipertontonkan. Cukuplah Tuhan yang mengetahui kualitas ketakwaan itu. Hindari kelompok-kelompok yang sering mempertontonkan ketakwaan untuk kepentingan duniawi. Kerena, itu bukanlah muslim yang baik. Itulah musuh Islam. Sedang, sikap musuh Islam itu, sebut Ibnu Rusyd, “adalah gemar mengkafirkan orang lain.” Siapa lagi yang gemar mengkafirkan kalau bukan FPI![] Shallallah ala Muhammad.
Post a Comment