DUKA INI TAK AKAN MAMPU MENAHAN LANGKAHKU
Seperti halnya ratusan negara lainnya, badai Covid-19 tengah menghantam negeri tercinta ini. Sang nahkoda kapal besar Indonesia dengan tegar dan dingin memimpin kapal untuk melintasi dan menaklukkan badai itu.
Tak mudah, sangat berat bebannya - sebab banyak pecundang dan gelandangan politik di dalam kapal sendiri terus menganggunya tanpa malu, amoral, bahkan jahat dan menjijikkan.
Di tengah badai dahsyat itulah, salah satu pundak tumpuan sang nahkoda di kala galau selama ini - dipanggil kembali oleh Sang Pencipta.
Dia adalah ibunda sang nahkoda.
Perempuan sepuh yang mulia.
Bahkan di tengah badai dan dukapun,
masih ada sebagian manusia bejat dan biadab yang menghinanya - juga ibundanya.
Nahkoda itu, lelaki itu, tetap diam.
Dia hanya menatap nanar jasad ibundanya.
Tak ada yang tahu apa yang dia pikirkan.
Dan kita tak perlu menambah gundahnya.
Yang kita tahu, di tengah duka itupun dia masih lebih memikirkan bangsanya.
Dia perintahkan semua pembantunya untuk fokus menjalankan tugas, ketimbang datang melayat. Genderang perang terus ditabuh, tak ada gencatan senjata.
Nahkoda itu, lelaki kurus yang tengah berduka itu tetap dingin. Namun matanya yang gundah seperti mengatakan sesuatu :
"Bahkan duka ini tak akan mampu menahan langkahku untuk berperang menaklukkan Covid-19 sesegera mungkin." Pada lelaki seperti itu, kita semua mesti menangkupkan tangan seraya membisikkan degup hati terdalam kita :
"Pak, engkau tak sendirian. Kami bersamamu."
BACA JUGA:
Post a Comment